“Apa yang akan saya dapatkan nanti jika saya masuk jurusan sejarah?”
Itulah pertanyaan yang akan kita terima setelah orang lain mengetahui jurusan kita yang notabenenya adalah jurusan Sejarah. Mungkin ini pertanyaan yang lazim
ditanyakan ke jurusan manapun. Jika yang ditanya adalah jurusan
kedokteran, kedokteran gigi, manajemen, akuntansi, atau psikologi
jawabannya akan sangat memuaskan. Barangkali ini hanya sekadar
pertanyaan basa-basi saja. Tapi jika ditanyakan kepada jurusan sejarah,
saya bisa pastikan ini pertanyaan serius dan si penanya pasti
mengerutkan keningnya, ini tanda-tanda skeptis. Tidak menutup
kemungkinan ini pertanyaan berat juga untuk jurusan-jurusan
“non-favorit” lainnya, tapi tanpa mengurangi rasa hormat kepada mereka
dan karena saya mahasiswa sejarah, maka saya akan mencoba menjawab
pertanyaan ini.
Jikalau saya mendapat pertanyaan itu,
maka saya akan langsung bertanya balik, “Kamu mau kuliah atau mau
persiapan cari kerja?”. Biarlah si adik ini menjawab itu terlebih
dahulu. Mengapa saya balik bertanya? Cuma satu alasan, saya hanya ingin
tahu apa yang ada di otak si adik ini tentang orientasinya untuk kuliah.
Ini penting menurut saya, karena saya kira orientasi itu penting untuk
menentukan langkah-langkah ke depan. Kalau memang orientasi kuliah
mereka adalah untuk cari kerja maka akan saya sarankan (dengan sangat
jujur) pikirkan masak-masak jurusan yang akan di pilih. Kalau memang
ragu pada sejarah lebih baik tidak usah pilih sejarah. Saya sungguh
tidak menyarankan adik-adik ini masuk hanya untuk asal kuliah demi
mencari kerja. Lebih baik cari yang mamang tinggi prospeknya sekalian.
Bukannya saya skeptis pada jurusan sendiri, tapi karena memang sejarah
tidak akan memberikan apa-apa untuk mahasiswa yang “asal kuliah untuk
mencari kerja”. Lagi pila sangat beresiko memilih sesuatu jika hati
sendiri tidak yakin.
Itu kalau orientasi kuliah untuk
persiapan cari kerja. Kalau memang mereka memberikan jawaban, “saya
benar-benar ingin kuliah kak”, atau “karena saya memang suka dengan
sejarah sejak dulu”, atau semacamnya yang memberikan ketegasan kalau
orientasi mereka adalah kuliah. Respon saya pertama kali adalah
memberikan si adik ini senyuman lalu barulah akan saya berikan jawaban.
Mungkin ini subjektif, tapi saya adalah orang yang percaya pada semangat
dan keyakinan hati. Dan kedua hal ini, semangat dan keyakinan hati,
adalah hal penting sebelum seorang pemuda memutuskan untuk menjadi
mahasiswa. Jadi mereka kuliah bukan karena “keterpaksaan” untuk
memudahkan mencari kerja, tapi murni untuk terjun menjadi akademisi. Ini
bukan hanya sejarah, tapi juga jurusan lainnya apapun itu. Saya yakin
mereka inilah yang memang benar-benar tahu apa artinya menjadi
mahasiswa.
Lalu apa jawaban saya? Dengan penuh
semangat akan saya jawab, “kamu bisa mendapatkan apa-apa di sini”.
Sepanjang pengetahuan saya setelah mebaca macam-macam buku kumpulan soal
ujian masuk universitas dan dari bimbel-bimbel yang saya ketahui,
sejarah memang bukan jurusan yang diminati atau dianggap sedikit sekali
prospeknya ke depan. Bisa jadi ya, bisa jadi tidak. “Ya” kalau
orientasinya untuk cari kerja seperti yang saya jelaskan di atas. Tapi
bisa jadi “tidak” untuk yang orientasinya memang benar-benar suka
sejarah dan murni untuk menuntut ilmu. Saya yakin dengan ini karena saya
juga yakin bahwa, apa yang kamu minati dan kamu tekuni pasti akan
membawa manfaat ke depan. Tinggal bagaimana kita ini memelihara semangat
dan mental pantang menyerah untuk belajar.
Katakanlah saya terlalu filosofis atau
terlalu muluk soal ini, tapi itulah yang saya yakini. Namun saya juga
tidak mau jadi hipokrit, saya juga sadar bahwa setelah lulus kuliah
nanti pasti saya, dan juga pembaca semua akan menghadapi dunia kerja.
Dari sinilah sejarah memberikan peluang. Lulusan sejarah tidaklah harus
menjadi seorang sejarawan. Biasanya dalam buku panduan memilih jurusan
selalu di tulis prospek kerja lulusan jurusan sejarah seperti ini :
peneliti, pengajar, staf atau pegawai museum, atau pegawai di ANRI.
Sepertinya memang buku itu harus dikoreksi lagi. Masih banyak peluang
untuk sejarah. Kalau mau sebut, bisalah kita jadi wartawan, reporter,
penulis, editor, tourist guide, pengusaha, dan bahkan sampai jadi
anggota dewan. Sungguh saya tak berbohong akan hal ini.
Dalam belajar ilmu sejarah di
universitas, sejauh pengamatan saya, amat ditekankan masalah
otentisitas, originalitas, dan kredibilitas. Tanpa ketiga hal ini,
jangan sekali-kali membicarakan sejarah. Metode sejarah memiliki
kerangka ketat dalam menuliskan sejarah, tapi juga tidak kaku.
Plagiarisme juga menjadi satu hal yang harus dijauhi benar-benar oleh
mahasiswa sejarah. Inilah modal kita sebagai mahasiswa sejarah. Sejak
awal kita telah disiapkan menjadi orang teliti, kritis, jujur, dan tidak
asal bicara tanpa landasan yang jelas. Metode inilah yang membantu kita
nantinya di dunia kerja, entah jadi apapun nantinya. Dengan modal ini
ditambah pengalaman-pengalaman ikut dalam berbagai kegiatan organisasi
dan semacamnya, InsyaAllah bisa menjadi andalan kita menghadapi dunia
kerja. Oh ya, tambah pula dengan semangat dan keyakinan diri.
Saya menulis catatan ini tak bermaksud
“promosi” jurusan atau apa. Kalau tulisan ini mengarah lebih pada
jurusan sejarah, memang karena saya berkecimpung di sini dan itu yang
saya ketahui. Tapi pada intinya saya hanya ingin berbagi pengetahuan dan
semangat kepada kawan-kawan dan pembaca semua. Bahwa semua hal selalu
berawal dari niat dan dari sinilah kita lalu menentukan langkah.
0 komentar:
Posting Komentar