Shofi'is Blog

PENGUNJUNG BLOG YANG TERHORMAT, APABILA INGIN MENGUTIP INFORMASI ATAUPUN ARTIKEL DARI BLOG INI DIMOHON UNTUK MECANTUMKAN BLOG INI SEBAGAI SUMBER ACUAN ATAU REFERENSI, TERIMAKASIH

Rabu, 30 November 2011

MAKAM SARIDIN SANG SYEH JANGKUNG DAN SEJARAH KEHIDUPANNYA

Makam Saridin atau terkenal dengan nama Syeh Jangkung konon merupakan salah seorang murid Sunan Kalijaga (Wali Songo).
Lokasi : Makam tersebut terletak di Desa Landoh, Kecamatan Kayen. Jarak dari kota Pati kira-kira 17 Km kearah selatan  menuju Kabupaten Grobogan. Makam ini banyak dikunjungi orang setiap hari Jumat Kliwon dan Jumat Legi. Upacara khol dilaksanakan setiap 1 tahun sekali yaitu pada bulan Rajab tanggal 14-15 dalam rangka penggantian kelambu  makam.
Fasilitas : Bangunan Pendopo dan bangunan mesjid.
Makam ini ramai dikunjingi wisatawan, lebih-lebih hari Jum at Pahing, penunjung dari Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, Sumatera bahkan Malaysia dan Singapura.
Mengenai Upacara Khol dilaksanakan setiap tanggal : 14 – 15 bulan Rajab dengan acara : – Upacara Ganti Selambu
Pasar Malam – Pengajian
Sejarah :
Menurut cerita Saridin (Syech Jangkung) dilahirkan di Desa Landoh Kiringan Tayu.Setelah dewasa beliau berkelana di daerah-daerah Pulau Jawa bahkan sampai di Sumatera untuk menyebarkan Agama Islam. Waktu masih hidup beliau wasiat apabila wafat agar dimakamkan di Desa Landoh,Kayen.
Dikomplek Makam Saridin ada beberapa makam :
a. Makam bakul legen yaitu Prayoguna dan Bakirah.
b. Makam isteri-isterinya yaitu RA Retno Jinoli dan RA Pandan Arum.

Syeh Jangkung ketika Kecil Sangat Nakal
SIAPA sebenarnya Saridin itu? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, warga Pati dan sekitarnya mungkin bisa membaca buku Babad Tanah Jawa yang hidup sekitar awal abad ke-16. Sebab, menurut cerita tutur tinular yang hingga sekarang masih diyakini kebenarannya oleh masyarakat setempat, dia disebut-sebut putra salah seorang Wali Sanga, yaitu Sunan Muria dari istri bernama Dewi Samaran.

Siapa wanita itu dan mengapa seorang bayi laki-laki bernama Saridin harus dilarung ke kali? Konon cerita tutur tinular itulah yang akhirnya menjadi pakem dan diangkat dalam cerita terpopuler grup ketoprak di Pati, Sri Kencono. Cerita babad itu menyebutkan, bayi tersebut memang bukan darah daging Sang Sunan dengan istrinya, Dewi Samaran.
Terlepas sejauh mana kebenaran cerita itu, dalam waktu perjalanan cukup panjang muncul tokoh Branjung di Desa Miyono yang menyelamatkan dan merawat bayi Saridin hingga beranjak dewasa dan mengakuinya sebagai saudaranya. Cerita pun merebak. Ketika masa mudanya, Saridin memang suka hidup mblayang (berpetualang) sampai bertemu dengan Syeh Malaya yang dia akui sebagai guru sejati.
Syeh Malaya itu tak lain adalah Sunan Kalijaga. Kembali ke Miyono, Saridin disebutkan telah menikah dengan seorang wanita yang hingga sekarang masyarakat lebih mengenal sebutan ”Mbokne (ibunya) Momok” dan dari hasil perkawinan tersebut lahir seorang anak laki-laki yang diberi nama Momok.
Sampai pada suatu ketika antara Saridin dan Branjung harus bagi waris atas satu-satunya pohon durian yang tumbuh dan sedang berbuah lebat. Bagi waris tersebut menghasilkan kesepakatan, Saridin berhak mendapatkan buah durian yang jatuh pada malam hari, dan Branjung dapat buah durian yang jatuh pada siang hari.

Kiasan
Semua itu jika dicermati hanyalah sebuah kiasan karena cerita tutur tinular itu pun melebar pada satu muara tentang ketidakjujuran Branjung terhadap ibunya Momok. Sebab, pada suatu malam Saridin memergoki sosok bayangan seekor macan sedang makan durian yang jatuh.
Dengan sigap, sosok bayangan itu berhasil dilumpuhkan menggunakan tombak. Akan tetapi, setelah tubuh binatang buas itu tergolek dalam keadaan tak bernyawa, berubah wujud menjadi sosok tubuh seseorang yang tak lain adalah Branjung.
Untuk menghindari cerita tutur tinular agar tidak vulgar, yang disebut pohon durian satu batang atau duren sauwit yang menjadi nama salah satu desa di Kecamatan Kayen, Durensawit, sebenarnya adalah ibunya Momok, tetapi oleh Branjung justru dijahili.
Terbunuhnya Branjung membuat Saridin berurusan dengan penguasa Kadipaten Pati. Adipati Pati waktu itu adalah Wasis Joyo Kusumo yang harus memberlakukan penegakan hukum dengan keputusan menghukum Saridin karena dinyatakan terbukti bersalah telah membunuh Branjung.
Meskipun dalam pembelaan Saridin berulang kali menegaskan, yang dibunuh bukan seorang manusia tetapi seekor macan, fakta yang terungkap membuktikan bahwa yang meninggal adalah Branjung akibat ditombak Saridin.
Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, dia harus menjalani hukuman yang telah diputuskan oleh penguasa Pati.

Pulang
Sebagai murid Sunan Kalijaga yang tentu mempunyai kelebihan dan didorong rasa tak bersalah, kepada penguasa Pati dia menyatakan telah punya istri dan anak. Karena itu, dia ingin pulang untuk menengok mereka.

Ulahnya Menjengkelkan Sunan Kalijaga
ONTRAN – ontran Saridin di perguruan Kudus tidak hanya menjengkelkan para santri yang merasa diri senior, tetapi juga merepotkan Sunan Kudus. Sebagai murid baru dalam bidang agama, orang Miyono itu lebih pintar ketimbang para santri lain.
Belum lagi soal kemampuan dalam ilmu kasepuhan. Hal itu membuat dia harus menghadapi persoalan tersendiri di perguruan tersebut. Dan itulah dia tunjukkan ketika beradu argumentasi dengan sang guru soal air dan ikan.
Untuk menguji kewaskitaan Saridin, Sunan Kudus bertanya, “Apakah setiap air pasti ada ikannya?” Saridin dengan ringan menjawab, “Ada, Kanjeng Sunan.”
Mendengar jawaban itu, sang guru memerintah seorang murid memetik buah kelapa dari pohon di halaman. Buah kelapa itu dipecah. Ternyata kebenaran jawaban Saridin terbukti. Dalam buah kelapa itu memang ada sejumlah ikan. Karena itulah Sunan Kudus atau Djafar Sodiq sebagai guru tersenyum simpul.
Akan tetapi murid lain menganggap Saridin lancang dan pamer kepintaran. Karena itu lain hari, ketika bertugas mengisi bak mandi dan tempat wudu, para santri mengerjai dia. Para santri mempergunakan semua ember untuk mengambil air.
Saridin tidak enak hati. Karena ketika para santri yang mendapat giliran mengisi bak air, termasuk dia, sibuk bertugas, dia menganggur karena tak kebagian ember. Dia meminjam ember kepada seorang santri.
Namun apa jawab santri itu? ”Kalau mau bekerja, itu kan ada keranjang.” Dasar Saridin. Keranjang itu dia ambil untuk mengangkut air. Dalam waktu sekejap bak mandi dan tempat wudu itu penuh air. Santri lain pun hanya bengong.

Dalam WC
Cerita soal kejadian itu dalam sekejap sudah diterima Sunan Kudus. Demi menjaga kewibawaan dan keberlangsungan belajar para santri, sang guru menganggap dia salah. Dia pun sepantasnya dihukum.
Sunan Kudus pun meminta Saridin meninggalkan perguruan Kudus dan tak boleh lagi menginjakkan kaki di bumi Kudus. Vonis itu membuat Saridin kembali berulah. Dia unjuk kebolehan.
Tak tanggung-tanggung, dia masuk ke lubang WC dan berdiam diri di atas tumpukan ninja. Pagi-pagi ketika ada seorang wanita di lingkungan perguruan buang hajat, Saridin berulah. Dia memainkan bunga kantil, yang dia bawa masuk ke lubang WC, ke bagian paling pribadi wanita itu.
Karena terkejut, perempuan itu menjerit. Jeritan itu hingga menggegerkan perguruan. Setelah sumber permasalahan dicari, ternyata itu ulah Saridin. Begitu keluar dari lubang WC, dia dikeroyok para santri yang tak menyukainya. Dia berupaya menyelamatkan diri. Namun para santri menguber ke mana pun dia bersembunyi.
Lagi-lagi dia menjadi buronan. Selagi berkeluh kesah, menyesali diri, dia bertemu kembali dengan sang guru sejati, Syekh Malaya.
Sang guru menyatakan Saridin terlalu jumawa dan pamer kelebihan. Untuk menebus kesalahan dan membersihkan diri dari sifat itu, dia harus bertapa mengambang atau mengapung) di Laut Jawa.
Padahal, dia tak bisa berenang. Syekh Malaya pun berlaku bijak. Dua buah kelapa dia ikat sebagai alat bantu untuk menopang tubuh Saridin agar tak tenggelam.
Dalam cerita tutur-tinular disebutkan, setelah berhari-hari bertapa di laut dan hanyut terbawa ombak akhirnya dia terdampar di Palembang. Cerita tidak berhenti di situ. Karena, dalam petualangan berikutnya, Saridin disebut-sebut sampai ke Timur Tengah.

Lulang Kebo Landoh Tak Tembus Senjata
ATAS jasanya menumpas agul-agul siluman Alas Roban, Saridin mendapat hadiah dari penguasa Mataram, Sultan Agung, untuk mempersunting kakak perempuannya, Retno Jinoli.
Akan tetapi, wanita itu menyandang derita sebagai bahu lawean. Maksudnya, lelaki yang menjadikannya sebagai istri setelah berhubungan badan pasti meninggal.
Dia harus berhadapan dengan siluman ular Alas Roban yang merasuk ke dalam diri Retno Jinoli. Wanita trah Keraton Mataram itu resmi menjadi istri sah Saridin dan diboyong ke Miyono berkumpul dengan ibunya, Momok.
Saridin membuka perguruan di Miyono yang dalam waktu relatif singkat tersebar luas sampai di Kudus dan sekitarnya. Kendati demikian, Saridin bersama anak lelakinya, Momok, beserta murid-muridnya, tetap bercocok tanam.
Sebagai tenaga bantu untuk membajak sawah, Momok minta dibelikan seekor kerbau milik seorang warga Dukuh Landoh. Meski kerbau itu boleh dibilang tidak lagi muda umurnya, tenaganya sangat diperlukan sehingga hampir tak pernah berhenti dipekerjakan di sawah.
Mungkin karena terlalu diforsir tenaganya, suatu hari kerbau itu jatuh tersungkur dan orang-orang yang melihatnya menganggap hewan piaraan itu sudah mati. Namun saat dirawat Saridin, kerbau itu bugar kembali seperti sedia kala.

Membagi
Dalam peristiwa tersebut, masalah bangkit dan tegarnya kembali kerbau Landoh yang sudah mati itu konon karena Saridin telah memberikan sebagian umurnya kepada binatang tersebut. Dengan demikian, bila suatu saat Saridin yang bergelar Syeh Jangkung meninggal, kerbau itu juga mati.
Hingga usia Saridin uzur, kerbau itu masih tetap kuat untuk membajak di sawah. Ketika Syeh Jangkung dipanggil menghadap Yang Kuasa, kerbau tersebut harus disembelih. Yang aneh, meski sudah dapat dirobohkan dan pisau tajam digunakan menggorok lehernya, ternyata tidak mempan.
Bahkan, kerbau itu bisa kembali berdiri. Kejadian aneh itu membuat Momok memberikan senjata peninggalan Branjung. Dengan senjata itu, leher kerbau itu bisa dipotong, kemudian dagingnya diberikan kepada para pelayat.
Kebiasan membagi-bagi daging kerbau kepada para pelayat untuk daerah Pati selatan, termasuk Kayen, dan sekitarnya hingga 1970 memang masih terjadi. Lama-kelamaan kebiasaan keluarga orang yang meninggal dengan menyembelih kerbau hilang.
Kembali ke kerbau Landoh yang telah disembelih saat Syeh Jangkung meninggal. Lulang (kulit) binatang itu dibagi-bagikan pula kepada warga. Entah siapa yang mulai meyakini, kulit kerbau itu tidak dimasak tapi disimpan sebagai piandel.
Barangsiapa memiliki lulang kerbau Landoh, konon orang tersebut tidak mempan dibacok senjata tajam. Jika kulit kerbau itu masih lengkap dengan bulunya. Keyakinan itu barangkali timbul bermula ketika kerbau Landoh disembelih, ternyata tidak bisa putus lehernya.

Sumber : www.suaramerdeka.com1 , 2 3

PENEMUAN CANDI BARU, CANDI MIYONO DI KAYEN PATI

Berawal  dari hasil peninjauan yang dilakukan oleh Balai Arkeologi Yogyakarta (BALAR Yogyakarta) pada tanggal 4 Mei 2011 di Dusun Miyono (Mbuloh), Desa Kayen, Kecamatan Kayen, Kabupaten Pati Jawa Tengah;  tim yang dipimpin oleh dra. TM. Rita Istari dengan anggota Hery Priswanto, SS. , Agni Sesaria Mochtar, SS.  dan Ferry Bagus  berhasil mengidentifikasikan beberapa temuan Benda Cagar Budaya (BCB) yaitu di antaranya struktur bata yang masih intact, arca  serta beberapa artefak dari logam dan keramik. Kedatangan tim Balai Arkeologi Yogyakarta ini atas laporan dari warga sekitar Situs Kayen yang di wakili oleh Nur Rohmad (Pengurus Makam Ki Gede Miyono) dan Subono (Kepala Desa Kayen) mengenai tindak lanjut mengenai keberadaan Situs Kayen.

Secara astronomis Situs Kayen terletak pada 1110 00’ 17,0” BT   060 54’ 31.8”  LS  berada di dataran alluvial yang cukup datar dan Pegunungan Kendeng di Selatannya. Kondisi lingkungan Situs Kayen cukup subur dengan didukung keberadaan Sungai Sombron  yang berhulu di Pegunungan kendeng dan bermuara di Sungai Tanjang.
Sebenarnya temuan di Situs Kayen ini sudah dijumpai pada bulan agustus 2010, ketika penduduk setempat berniat membangun mushola di sebelah barat makam Ki Gede Miyono menemukan bata-bata kuna yang berukuran besar. Pembangunan mushola ini bertujuan diperuntukkan tempat ibadah bagi para peziarah makam Ki Gede Miyono. Oleh penduduk setempat, beberapa bata kuna tersebut dimanfaatkan untuk membangun Makam Ki Gede Miyono. Menindaklanjuti temuan tersebut, pihak Disbudpora Kabupaten Pati  berkoordinasi dengan BP3 Jawa Tengah untuk mengidentifikasikan temuan tersebut.
Identifikasi temuan Benda Cagar Budaya  BALAR Yogyakarta yang telah dilakukan tidak jauh berbeda hasilnya dengan BP3 Jawa Tengah yaitu :
·         Monumen (bangunan)
Struktur berbahan bahan bata yang masih intact dan terpendam dalam tanah, beberapa temuan bata-bata kuna berukuran tebal 8 – 10 cm, lebar 23 – 24 cm, dan panjang 39 cm, serta komponen bagian dari candi seperti antefiks dan kemuncak di sekitar situs diduga merupakan bangunan candi.
·         Artefaktual
1.      Berbahan bata
·         Wadah peripih
·         antefiks
·         kemuncak candi
·         bata candi berpelipit
·         bata bertulis
2.      Berbahan batu putih
·         Arca Mahakala
·         Umpak
·         Kemuncak candi
3.      Berbahan logam
·         Darpana (cermin berbentuk bundar atau lonjong dgn tangkai yg dipahat dgn bagus)
·         Piring
·         Lampu gantung


4.      Berbahan keramik
·         Mangkuk
·         Buli-buli
·         Piring
·         Cepuk bertutup
Berdasarkan hasil peninjauan Tim Balai Arkeologi Yogyakarta di Situs Kayen diperoleh kesimpulan bahwa temuan BCB di Situs Kayen mempunyai nilai arkeologi dan kesejarahan yang cukup tinggi dalam kaitan penyusunan historiografi di Indonesia, terutama temuan struktur bata yang diduga sebagai candi ini merupakan temuan baru karena berada di wilayah Pantai Utara Jawa (Pantura). Temuan candi berbahan bata sejenis banyak dijumpai di wilayah pedalaman Jawa seperti di poros Kedu – Prambanan dan Trowulan.

Rekomendasi akhir dari kegiatan peninjauan tim BALAR Yogyakarta yaitu dipandang perlu untuk melakukan kegiatan research excavation di Situs Kayen. Tujuan dan sasaran kegiatan penelitian tersebut adalah untuk mengetahui luas bangunan candi, kronologinya, serta karakter Situs Kayen. Kegiatan ini penelitian perlu dukungan berbagai pihak antara lain BP3 Jawa Tengah, Disbudpora Kabupaten Pati, media publikasi, serta warga sekitar situs.

Temuan Piramida di Garut Harus Dibuktikan Secara Ilmiah

Anggota DPR daerah pemilihan Jawa Barat III Otong Abdurrahman mengaku bangga dengan temuan struktur piramida di Gunung Sadahurip, Garut, Jawa Barat beberapa waktu lalu. Kendati demikian, menurutnya, penemuan itu harus bisa diperatanggungjawabkan secara ilmiah. "Dinas Parawisata atau kepurbakalaan Kabupaten Garut harus turun tangan atau memanggil pihak-pihak yang benar-benar berkompeten di bidangnya," kata Otong saat dihubungi wartawan, Rabu (30/11/2011).


Putra asli kelahiran Garut ini mengatakan ini adalah kekayaan sejarah bangsa Indonesia. Namun jika tidak bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah oleh pihak yang berkompeten, dikhawatirkan akan disalah artikan oleh masyarakat.


"Bagi Pemda Jawa Barat, penemuan ini harus benar-benar di respon. Jika memang itu benar, maka pemda yang disupervisi oleh pusat harus merawatnya dan jika perlu dikembangkan sesuai dengan kemampuan," tegasnya. Tambahnya, gunung Sadahurip yang mirip piramida di Mesir bisa membangun jatidiri baik secara lokal Kabupaten Garut maupun nasional. Ini bisa menjadi sebuah awal kebangkitan sejarah yang ada di Kabupaten Garut. "Jika benar, maka langkah-langkah awal harus segera dipersiapkan. Kemudian bagaimana cara merawatnya, persiapan anggaran. Pemda harus cepat bergerak, saya juga minta tokoh-tokoh Jawa Barat untuk ikut memperhatikan penemuan sejarah ini," tandas politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini.

POLITIK PERDAGANGAN VOC


Dalam dunia perdagangan politik perdagangan atau dalam istilah ekonomi disebut proteksi memang sudah hal yang biasa terjadi dalam dunia perdagangan, baik dalam skala lokal domestik maupun internasional. Pada masa penjajahan Indonesia oleh Belanda, Belanda pun dalam melancarkan aksinya menggunakan strategi politik perdagangan. Dalam hal ini VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) sebagai peran dalam menjalankan politik perdagangannya di Indonesia. Meskipun sebenarnya VOC merupakan sebuah badan dagang saja, tetapi badan dagang ini istimewa karena didukung oleh negara dan diberi fasilitas-fasilitas sendiri yang istimewa. Misalkan VOC boleh memiliki tentara dan boleh bernegosiasi dengan negara-negara lain. Bisa dikatakan VOC adalah negara dalam negara.
            Dalam menjalankan kegiatannya di Indonesia, VOC menghadapi suatu dunia perdagangan internasional dengan sistem terbuka. Objek utama dalam politik perdagangannya di Indonesia adalah rempah-rempah, akan tetapi tidak terpisah juga dengan perdagangan beras, sagu, kain, dan komoditi lainnya. Perdagangan bangsa Belanda di Indonesia dan di Asia pada umumnya tidak berbeda dari perdagangan bangsa-bangsa lainnya. VOC merupakan kongsi dagang di antara kongsi dagang lain milik bangsa Gujarat, Iran, Turki, Tionghoa, dan Indonesia sendiri.
            Dinamika perdagangan di Indonesia pada waktu itu memang rumit, Indonesia yang kaya akan rempah-rempah dan beraneka ragam komoditi lainnya menjadi sorotan bagi bangsa Barat. Selain itu bangsa Gujarat dan Benggali juga ikut serta dalam arus perdagangan. Pedagang dari Gujarat dan Benggali mendatangkan bahan kain. Hal ini terjadi sebelum kedatangan bangsa Barat. Kemudian dengan adanya keadaan tersebut sebagian fungsi jatuh ketangan Portugis.
            Garis Malaka-Maluku menjadi dua basis pemusatan perdagangan dan pelayaran yang mempunyai fungsi yag sangat strategis. Garis Malaka-Maluku secara struktural merupakan sistem yang berfungsi secara optimal. Maka kemudian tumbuhlah subsistem-subsistem dengan pusat-pusat kecil sebagai pendukung dan komplemen dalam sistem tersebut. Dalam menghadapi sistem tersebut, maka VOC dalam usahanya menguasai perdagangan rempah-rempah, menduduki kedua basis tersebut, Maluku dahulu serta Malaka kemudian. Dalam melancarkan usahanya tersebut VOC juga menentukan alternatif lain sebagai pengganti Malaka, yaitu Batavia.
            Dalam usahananya, VOC menghadapi kesulitan menerobos sistem perdagangan yang berlaku. Dengan kontrak-kontrak hendak diperoleh monopoli, namun selama tidak ada dukungan kekuatan politik maka tidak akan berjalan pelaksanaannya. Di kalangan VOC sendiri banyak yang menentang penggunaan kekerasan. Namun pada kenyataannya VOC memang menjalankan politik dagang secara kejam yang merugikan rakyat Indonesia. Selain itu VOC juga ingin mengeksploitasi segala komoditi yang ada, khususnya rempah-rempah.
            Dengan adanya kesulitan tersebut, jalan radikal untuk merebut monopoli ialah melarang semua pengangkutan barang dagangan Portugis dengan kapal pribumi, kemudian semua ekspor rempah-rempah dihentikan, bahkan yang lebih drastis lagi yaitu pohon-pohon pala dan cengkeh ditebangi. Selain itu juga ada saran untuk mengikuti jejak Portugis yaitu menukar rampah-rempah dengan bahan pakaian dan bahan makanan. Selain itu juga ada politik radikal lain yang dipertimbangkan, yaitu untuk membatasi dan mengendalikan pedagangan Asia seperti yang telah dijalankan bangsa-bangsa Asia dan Portugis sejak lama. Namun hal tersebut terbentur dengan kelemahan angkutan VOC yang serba kekurangan awak kapal, amunisi, dan kapal sehingga tidak dapat mengawasi dan memberlakukan sanksinya.
            VOC memang menjalankan politik dagang secara kejam. Mereka juga memerangi (membunuh) para pendatang Portugis, Spanyol, dan Inggris yang mencoba mencari rempah-rempah. Kapal-kapal mereka ditenggelamkan di laut dan menghukum secara keras para penyelundup yang mencoba melakukan perdagangan rempah-rempah secara tidak resmi dengan pihak di luar VOC.
            Pembelian rempah-rempah dengan mata uang logam ternyata merugikan VOC. Rakyat menabung hasil penjualannya, dan dengan mata uang tabungan mereka membeli bahan pakaian dari Portugis atau edagang bangsa lain. Karena keuntungan VOC dari penjualan bahan pakaian tesebut, maka politik itu akan memukul dirinya sendiri, karena rakyat lebih memilih membeli bahan pakain ke Portugis. Untuk mengatasi hal tersebut kemudian diboronglah bahah tersebut lebih dulu dari Inggris dan Portugis.
            Akan tetapi hal tersebut juga tidak menguntungkan karena persediaan remah-rempah yag menunggu pengangkutan masih banyak. Langkah lain untuk mengatasi hal ini adalan dengan memblokir Selat Malaka dan perdagangan Portugis. Dengan adanya keadaan tersebut maka akan menguntungkan bangsa Barat lainnya, pedagang Jawa, Gujarat yang bebas dari persaingan Portugis dan mereka dapat bergerak secara leluasa.
            Penggunaan kekerasan dalam politiknya mulai terlihat pada prakteknya di kepulauan Banda. Sewaktu diketahui bahwa kontrak rakyat Banda dengan VOC tidak diindahkan dan masih melakukan perdagangan dengan pedagang Asia. Para direktur VOC menganjurkan agar rakyat Banda dimusnahkan dan pulau Banda tersebut kemudian ditempati oleh penduduk lain. Selain itu ketetapan harga juga ditentukan sepihak oleh VOC, hal tersebut bertentangan dengan kebiasaan yang berlaku yaitu tawar-menawar.
            Untuk melancarkan anjuran para direktur VOC, kemudian pada waktu mau memonopoli rempah-rempah di kawasan Timur Indonesia mereka menjalankan praktek politik dagang dengan cara membuang, mengusir, dan membantai seluruh penduduk Pulau Banda pada tahun 1620. Pulau itu kemudian kosong sehingga isinya cuma kebun-kebun cengkeh, pohon-pohon pala, dan tanaman-tanaman yang menjadi komiditas dagang orang-orang Belanda di pasaran Eropa. Penduduknya kemudian diganti oleh orang-orang Belanda pendatang yang mempekerjakan para budak sebagai buruh kasar perkebunan.
            Politik monopoli VOC ternyata tidak menjamin adanya keuntungan yang besar, pada waktu itu kondisi perdagangan di Eropa menunjukkan pasaran rempah-rempah yang membanjir, sehingga merosotkan harga penjualan disana. Menghadapi keadaan tersebut maka VOC berusaha mengalihkan kegiatan perdagangannya ke perdagangan komoditi di Asia. Selain itu VOC juga mencoba menarik perdagangan pribumi dan bangsa Asia ke pusat-pusat yang dikuasainya, seperti Batavia dan Ambon, dengan tujuan menarik pajak dan keuntungan lainnya.
            Penetrasi VOC dalam jaringan perdagangan di Indonesia memang membawa konflik-konflik dengan pusat-pusat perdagangan yang memegang peranan penting dalam stasiun tengah jalan antara Maluku dan Malaka. Salah satu urat nadi dalam sistem itu ialah perdagangan beras dan bahan makanan yang terutama dipegang oleh pedagang Jawa, khususnya pada abad XVII dari Gresik-Jaratan dan surabaya. Dengan adanya keadaan tersebut maka kemudian VOC memiliki pandangan bahwa dominasi pedagang Jawa itu perlu dipatahkan.
            Perdagangan di Indonesia kemudian menimbulkan hubungan yang erat dalam proses Islamisasi daerah. Yang erat hubungannya dalam hal ini adalah perlawanan terhadap penetrasi bangsa Barat, yang dibarengi ooleh proses Kristianisasi. Kegiatan politik perdagangan VOC di Indonesia melibatkan beberapa daerah, seperti Maluku, Banda, Gresik, Jaratan, Surabaya, Ambon, Makassar, Jambi, Jepara, Batavia (Jakarta), dan Banten. Daerah-daerah tersebut merupakan daerah yang menyimpan banyak komoditi.
            Penetrasi VOC dalam jaringan perdagangan Indonesia dalam bagian pertama abad XVII menghadapi juga persaingan. Yaitu perlawanan dari pedagang Asia non Indonesia, seperti Gujarat, Keling, Benggali, dan Cina. Komoditi yang mereka kuasai ternyata mempunyai nilai tukar tinggi di Indonesia maka haalhandel ternyata sangat menguntungkan, sering melebihi perdagagan rempah-rempahnya. Kedua jenis perdagangan tersebut terjalin erat satu sama lain sehingga politik monopoli VOC dalam rempah-rempah mau tak mau diperluas mencakup komoditi-komoditi dari perdagangan Asia.
            Sejajar dengan perluasan perdagangannya, VOC beroperasi dengan angkatam kapal dagang yang bertambah besar. Diantara angkatan kapal tersebut ada kapal-kapal yang berhenti di Batavia sambil menunggu keberangkatannya ke Nederland. Namun dibandingkan dengan tonage angkatan kapal lainnya, perkapalan VOC tidak terlalu besar volume angkatannya.


Sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Vereenigde_Oostindische_Compagnie
Kartodirdjo, Sartono. 1987. Pengantar Sejarah Indonesia Baru : 1500-1900 dari Emporium sampai Imperium Jilid 1. Jakarta: PT. Gramedia

Selasa, 29 November 2011

HERMAN WILLEM DEANDELS, NAPOLEON DARI BATAVIA

Bangsa Indonesia sudah mengalami penderitaan yang cukup lama. Penderitaan tersebut tidak lain disebabkan oleh penjajahan yang dilakukan oleh bangsa Belanda selama 3,5 abad. Dalam penjajahannya, bangsa Belanda memberlakukan penduduk Indonesia dengan sewena-wena. Mereka ingin mengeksploitasi segala apa yang ada di Indonesia. Para pemimpin-pemimpin yang dikerahkan oleh Belanda sangatlah kejam, rakus dan tamak. Mereka sangat licik, mereka ingin memperoleh keuntungan sebesar-besarnya dari kepemimpinan tersebut serta menghindari segala kerugian dengan tidak memperhatikan nasib kaum penduduk pribumi Indonesia.
            Herman Willem Deandels adalah salah satu contoh figur jenderal yang memerintah dengan semena-semena. Dia bergabung menjadi salah satu perwira komandan legiun dalam “Legiun Batavia” yang dibentuk oleh ribuan orang Belanda yang terbuang dari kampung halaman mereka oleh kontrarevolisi 1787 yang dikontrol Prusia dengan tetara revolusi. Pada saat itu, tahun 1793 Republik Belanda mengikuti contoh Britania Raya dengan terjun dalam perang menentang Perancis yang revolusioner.
            Ketika terjadi berbagai ketimpangan ekonomi di Jawa yang, kemudian jenderal yang memimpin di pulau Jawa tidak lagi mendapat kepercayaan lagi oleh pemerintah. Pada waktu itu yang menjadi jenderal adalah Gubernur Jenderal Wiese. Kemudian melihat berbagai masalah yang ditimbulkan akibat kepemimpinan Gubernur Jenderal Wiese, Herman Willem Deandels pun diangkat sebagai penggantinya. Deandels tidak pernah tinggal di Timur, tetapi tampaknya dia jenis orang yang cocok untuk membersihkan Batavia yang busuk dan kotor,. Deandels merupakan orang baru yang berdiri diluar klik dan gang, yang tahu apa yang ia inginkan dan bertangan besi.
            Deandels tumbuh menjadi perwira diktator model Napoleon. Dia masih bicara dalam ungkapan-ungkapan matang bahasa revolusioner, tapi baginya semua itu sudah jadi slogan tanpa makna. Deandels tiba di pelabuhan Banten pada tahun 1808. Begitu ia tiba, ia segera mengambil keputusan untuk meninggalkan Batavia dan pindah ke Buitenzorg. Raja louis memberikannya kekuasaan yang luar biasa, sehingga ia terbebas dari Dewan Hindia. Dengan kekuasaan tersebut kemudian Deandels segera mereorganisasi Dewan Hindia tersebutdengan memberikan Dewan penasehat saja. Kemudian dia mulai memberantas korupsi, menghancurkan dan membangun kembali administrasi, membangun jalan dan benteng. Dia mengerjakan semua itu dengan menganggap dirinya sebagai diktator.
            Dalam bidang hukum, dia juga melakukan reorganisasi, seperti memisahkan kelompok penduduk yang berbeda dalam urusan peradilan. Dia memberikan setia kabupaten, dan diatas kabupaten, setiap prefektorat, pengadilannya sendiri yang terdiri atas orang Indonesia dengan dua anggota orang Eropa di pengadilan-pengadilan prefektorat. Dalm pemerintahannya, Deandels mempunyai pandangan yang terlalu berlebihan tentang kedudukan dan kekuasaannya. Dia seenaknya mengabaikan perjanjian dagang yang disepakati oleh wakil Hindia Timur di Amerika Serikat dan telibat dalam konflik pribadi dengan beberapa pejabat utama di Jawa.
            Dia melakukan hal-hal yang dia larang keras dilakukan oleh bawahannya. Meskipun dia memeroleh yang sangat besar dalam pemerintannya, namun dia masih merasa belum puas. Dia sangat kikir da serakah. Dia menganggap gajinya masih rendah dibandingkan apa yang telah ia lakukan kepada bangsa. Kemudian dia merampas tempat peristirahatan Buitenzorg yang akan dijual kembali pada pemerintah. Dalam transaksi ini dia memperoleh keuntungan yang cukup besar. Dia mengangga kedudukan dirinya berada diatas hukum yang kemudian menyebabkan kejengkelan orang Belanda maupun Jawa. Dia juga tidak mau mengadakan kerja sama jika kerja sama tersebut tidak menguntugkan diri. Sikap Deandles yang seperti ini juga menimbulkan rasa kebencian oleh para Raja Jawa.
            Dalam kehidupan sehari-hari, kompeni menghormati para Raja. Akan tetapi, Deandels bertentangan dengan hal tersebut. Ia membuang jauh-jauh aturan tersebut. Dia beranggapan bahwa aturan tersebut akan membuat semakin naiknya harga diri para raja, sedangkan hak-hak Belanda akan keropos. Karena dia tidak menghormati para Raja, Dia juga tidak menghormati perjanjian-perjanjian yang ada. Deandels menuntut Sultan Banten untuk mengerahkan tenaga sebanyak-banyaknya untuk memperkuat benteng di sepanjang pantai Selat Sunda.
            Penderitaan bangsa Indonesia tidak cukup disini saja. Sifat kejam Deandels yang menginginkan segala yang ada di Indonesia kemudian disalurkan dengan adanya “Tanam Paksa”. Dia memaksa para petani untuk menanam kopi, namun para petani tersebut tidak dibayar. Hal ini dilakukan untuk memungut pajak dari para petani miskin. Selain tanam paksa, Deandels juga menyuruh melakukan penyerahan paksa kopi oleh para petani kepada negara. Deandels memperkirakan langkah ini akan mengurangi jumlah hari dimana setiap orang harus bekerja di perkebunan, tapi pada saat yang sama dia menambah jumlah pohon kopi. Dia juga menyuruh kerja rodi kepada para penduduk untuk membuat jala raya dari Banten Barat sampai Pasuruan di Timur.
            Deandels memang peniru revolusi Perancis dan Napoleon. Gubernur Jenderal yang diktator ini yang telah membuat keadaan ekonomi di Jawa menjadi kacau, mempunyai alasan utama kehadirannya di Jawa adalah keadaan parah pertahanan koloni. Akhirnya Napoleon memutuskan untuk memulangkan Deandels dan kemudian menggantikannya dengan orang yang bersifat moderat. Dia mengirim Jan Willem Jansens, yang sebelumnya telah menjadi Gubernur provinsi Cape Colony. Setelah tiba di Jawa, hal sama dialaminya oleh Jan Willem Jansens.

Sumber : Vlekke, Bernard H.M. Nusantara, Sejarah Indonesia. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia

Mahasiswa di 74 Perguruan Tinggi Terima Beasiswa

Sebanyak 488 mahasiswa dari 74 perguruan tinggi di Indonesia menerima Beasiswa Plus dari Djarum Foundation. Para mahasiswa ini berasal dari 39 kota di 24 provinsi di empat pulau Indonesia yakni Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi. Mereka terpilih dari 4.164 pelamar. Para penerima beasiswa yang biasa disebut Beswan Djarum akan menerima sokongan dana sebesar Rp750 ribu per bulan selama tahun ajaran 2011/2012. Beasiswa diberikan hanya selama satu tahun.


Selain beasiswa, selama satu tahun para mahasiswa juga menerima sejumlah keuntungan. "Kami juga memberikan pelatihan soft skills dan kesempatan membangun jejaring sosial atau networking dengan beswan lainnya di Indonesia," ujar Program Director Bakti Pendidikan Djarum Foundation, Primadi H. Serad di Semarang, Jawa Tengah, Selasa (29/11/2011). Menurut Primadi, program beasiswa yang tidak hanya mengandalkan dana segar merupakan cara untuk memperlengkapi mahasiswa memasuki dunia kerja. Dalam program soft skills, mahasiswa diberikan pelatihan kepemimpinan, menulis, dan motivasi diri.
"Kami sangat menekankan pentingnya soft skills untuk mereka. Karena berdasarkan survei, kebanyakan perusahaan tidak mencari akademik dan pengalaman, tapi semangat dan komitmen. Inilah yang kami ajarkan di soft skills," jelasnya.


Salah satu penerima beasiswa untuk tahun ajaran 2011/2011 adalah Bonita. Mahasiswi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjajaran (Unpad) Bandung ini mengaku bangga menerima Beasiswa Plus. "Saya merasa bangga terpilih karena melalui proses penyeleksian yang ketat," jelasnya. Djarum Beasiswa Plus merupakan program Corporate Social Reponsibilities (CSR) dari PT Djarum. Beasiswa yang diberikan sejak 1984 ini telah menelurkan sebanyak 6.786 alumni. Beasiswa ini hanya berlaku untuk mahasiswa semester lima di perguruan tinggi Indonesia, mempunyai IPK minimal 3,00, serta aktif berorganisasi di kampus.


Primadi menjelaskan, Djarum hanya menargetkan mahasiswa semester lima karena mudah terpantau. "Ketika semester lima, mahasiswa sudah terlihat prestasi akademisnya. Selain itu bisa terlihat apakah dia aktif dalam organisasi kampus atau tidak," jelasnya. Untuk tahun ajaran 2011/2012, Djarum Beasiswa Plus mengadakan kegiatan Nation Building di Semarang, Jawa Tengah pada 25-29 November 2011. Di acara bertema Indonesia Digdya ini, mahasiswa mendapatkan wawasan kebangsaan dan Pancasila. Mereka mengikuti talk show dan diskusi kebangsaan. Mereka juga melakukan kunjungan budaya ke Kota Kudus, dan pagelaran seni dalam acara Malam Dharma Puruhita. Diharapkan, dengan adanya acara ini generasi muda semakin mencintai dan mengenal pluralitas Indonesia.

Main Bareng Beckham, Judika Rela Mukanya Ditendang

Sebagai penggemar klub sepakbola Manchester United, penyanyi Judika mengaku sangat bangga dengan kedatangan David Beckham ke Tanah Air.

"Saya bangga Beckham datang ke Indonesia, apalagi saya fans fanatiknya Manchester United, bekas klubnya dia dulu," ujar Judika saat ditemui di Monumen Nasional, Jakarta Pusat, Selasa (29/11/2011).

Karena itulah, Judika akan menyaksikan secara langsung pertandingan antara Timnas Indonesia Selection melawan klub suami Victoria Beckham saat ini, LA Galaxy. Bahkan bila ada kesempatan ia ingin sekali berjabat tangan dengan pesepakbola asal Inggris itu.

"Karena itu saya adalah salah satu orang yang pasti akan hadir menonton dia (Beckham) di Senayan dan kalau bisa saya ingin bersalaman sama dia," harapnya.

Bahkan, kekasih Duma itu berkhayal ingin bermain bersama Beckham. Ia merasa senang bila khayalannya terwujud yakni, bisa satu lapangan dengan mantan pemain Real Madrid itu. Apalagi menjadi pemain sepakbola merupakan cita-citanya sejak dahulu.

"Tadinya malah pengen main melawan Beckham. Paling enggak muka saya ditendang Beckham pakai bola juga enggak apa-apa. Paling enggak saya bisa ngerasain satu lapangan dengan Beckham karena cita-citaku dulu kan jadi pemain bola. Kalau enggak nyanyi pasti sekarang aku udah jadi pemain bola," akunya.

Jasad Fikriansyah Akan Dimakamkan di Tanah Kusir

Jenazah Muhammad Fikriansyah Apriano (18), awak pesawat Cessna 172 PK-NIP yang jatuh di lereng Gunung Ciremai, akhirnya sampai di rumah duka. Jenazah tiba sekira pukul 05.00 WIB, diantar dengan mobil ambulans dari Yayasan Bunga Kamboja. Muhammad Amin, ayah kandung Fikriansyah, ikut di dalam rombongan pembawa jenazah.
Kedatanggan mereka memicu tangis histeris dari para kerabat almarhum. Tampak Andriana Nevianti Pertiwi, ibunda korban, tidak sanggup membendung air mata dan emosinya. Seketika, suasana duka menyelimuti rumah duka. Sambil terus memanggil nama korban, Andriana terus menangis, diikuti keluarga dan kerabat korban. "Anak saya, Rian," teriak Andriana, sambil terus memanggil panggilan akrab korban, Rabu (30/11/2011).
Pihak keluarga mendengar kabar tewasnya Fikriansyah, pada Selasa pagi. Tidak lama setelah mendapat kabat, bapak korban langsung menuju lokasi jatuhnya pesawat. Setelah melalui proses panjang serah terima jenazah dari Majalengka dan Lanud Halim Perdanakusuma, akhirnya jenazah diserahkan kepada pihak keluarga. Selanjutnya, jenazah akan dimakamkan di TPU Tanah Kusir, di Jakarta Selatan.

Sumber :  http://news.okezone.com/read/2011/11/30/338/535979/jasad-fikriansyah-akan-dimakamkan-di-tanah-kusir

SUMBER SEJARAH INDONESIA DARI ABAD IV-XV YANG BERSUMBER DARI SASTRA DAN ARKEOLOGI

Sejarah Indonesia kuna merupakan sesuatu yang mempelajari aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh manusia pendukungnya pada jaman keemasan pengaruh agama hindu dan Budha, yaitu sejak jaman Kerajaan Kutai (abad IV M) hingga runtuhnya Kerajaan Majapahit (abad XV M).

Ada berbagai jenis sumber-sumber sejarah Indonesia Kuna, antara lain:
1.      Prasasti
2.      Berita Asing
3.      Kitab Kesastraan Jawa Kuna
4.      Benda-benda Arkeologis

Dalam hal ini, kita akan membahas sumber-sumber sejarah Indonesia Kuna yang berasal dari sastra, kitan kesastraan dan benda-benda arkeologis. Berikut ini merupakan sumber sejarah Indonesia yang berasal dari kitab kesastraan dan benda-benda arkeologi.
1.      KITAB KESUSASTRAAN
Kitab sastra adalah hasil tulisan indah yang di tulis oleh para pujangga untuk mengagungkan raja bisa juga dianggap sebagai benda regalia/benda pusaka (benda yang dapat mengeluarkan kekuatan magis bagi pemiliknya. Contoh:
a.       Pararaton (kerajaan Majapahit)
Pararaton merupakan sebuah kitab naskah sastra Jawa pertengahan yang diubah dalam bahasa Jawa Kawi. Kitab ini berisi sejarah raja-raja Singasari dan Majapahit di Jawa Timur. Kitab ini juga dikenal dengan nama “Pustaka Raja” yang alam bahasa Sansekerta berarti “kitab raja-raja”. Penulis kitab Pararaton tidak terdapat pada kitab tersebut, sehingga belum diketahui penulis kitab tersebut. Pararaton diawali dengan cerita mengenai inkarnasi Ken Arok, hampir setengah kitab ini membahas bagaimana Ken Arok meniti jalan hidupnya.
b.      Kakawin Negarakertagama  (zaman Majapahit awal)
Kakawin Negarakertagama merupakan kitab karangan Empu Prapanca tahun 1365 yang berisi tentang keadaan di kerajaan Majapahit pada masa Hayam Wuruk. Sebagian besar menceritakan perjalanan Hayam Wuruk ke daerah Lumajang, Blambangan, dan Singasari. Selain itu, juga mendeskripsikan tentang ibukota Majapahit. Bagian terpenting dari Kakawin Negarakertagama yaitu menguraikan daerah-daerah Majapahit yang harus menyerahkan upeti.

c.       Kakawin Kresnayana
Kakawin Kresnayana merupakan sebuah karya sastra Jawa Kuna yang menceritakan pernikahan prabu Krisna dan penculikan yaitu Rukmini. Kitab ini ditulis oleh Empu Triguna pada saat prabu Warsajaya memerintah di Kediri kurang lebih tahun 1104 M.

d.      Babad Tanah Jawi (kerajaan Mataram)
Babad Tanah Jawi merupakan kitab yang berisi tentang silsilah raja-raja cikal bakal kerajaan Mataram. Dalam kitab ini penulis juga memberikan istilah-istilah sampai Nabi Adam dan nabi-nabi lainnya sebagai nenek moyang raja-raja Hindu di Jawa sampai kerajaan Mataram Islam. Menurut ahli Sejarah Hoesein Djajadiningrat, pengarang buku ini ada dua kelompok yaitu Carik Braja yang diperinth oleh Sunan Paku Buwono III dan P. Adilangu II . Masing-masing karangan mereka mempumyai perbedaan yang terletak pada penceritaan Seejarah Jawa Kuna sebelum munculnya cikal bakal kerajaan Mataram.

2.      Benda-benda Arkeologis
Benda-benda arkeologis adalah benda fisik yang dihasilkan oleh budaya manusia. Benda ini dapat dilihat dan diraba. Benda-benda arkeologis dapat digunakan sebagai data karena merupakan hasil aktivitas manusia yang dapat diinterpretasikan baik dari segi gagasan, maupun tindakan dari si pendukung budaya tersebut. Contoh:

a.       Candi Borobudur (Kerajaan Mataram Kuno)



Candi Borobudur merupakan candhi budha yang terletak di desa Borobudur, kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Candi ini dibangun oleh Raja Samaratunga, salah satu raja di kerajaan Mataram Kuno yang berketurunan Wangsa Syailendra. Pembangunan candi ini sekitar tahun 824 M yang diperkirakan memakan waktu lebih dari setengah abad. Candi Borobudur memiliki 10 tingkat, berukuran 123x123 m yang terdiri dari 6 tingkat berbentuk bujur sangkar, 3 tingkat berbentuk bundar melingkar, dan sebuah stupa utama pada bagian puncaknya. Tinggi candi ini mencapai 42 meter sebelum direnovasi sedangkan setelah direnovasi berkurang menjadi 34,5 meter karena tingkat paling bawah digunakan sebagai penahan. Terdapat 1460 relief 504 stupa budha di kompleks candi Borobudur.

 Candi Jago (Kerajaan Singosari)




Candi Jago berasal dari kata “jajaghu” yang didirikan pada masa kerajaan Singosari abad ke-13. Pada bagian atas candi Kanya tersisa sebagian yang menurut cerita setempat karena tersambar petir. Bangunan ini secara keseluruhan tersusun dari batuan andesit. Arsitektur candi Jago disusun seperti teras punden berundak yang keseluruhannya memiliki panjang 23,71 meter, lebar 14 meter, dan tinggi 9,97 meter.

Candi Singasari


 
Merupakan candi Hindu-Budha peninggalan kerajaan Singasari yang berlokasi di Desa Candirenggo kecamatan Singosari, kabupaten Malang, Jawa Timur. Candi ini memiliki beberapa candi lagi yang menempati kompleks seluas 200x400 meter. Di sisi barat terdapat sepasang area raksasa besar setinggi 4 meter yang disebut Dwarapala dan posisi Gada menghadap ke bawah. Bangunan candi utama dibuat dari batu andesit, mengahadap ke barat berdiri pada alas bujursangkar berukuran 14x14 meter dan tinggi candi 15 meter.

d.      Candi Panantaran


 
Candi Panataran adalah sebuah candi berlatar belakang Hindu (Siwaitis) yang terletak di Jawa Timur, tepatnya di lereng barat daya Gunung Kelud, di sebelah utara Blitar, candi ini merupakan yang terbesar di Jawa Timur. Candi ini mulai dibangun dari Kerajaan Kadiri dan dipergunakan sampai dengan Kerajaan Majapahit. Candi Penataran ini melambangkan penataan pemerintahan kerajaan-kerajaan yang ada di Jawa Timur. Candi Penataran juga memiliki kekhasan dalam ikonografi reliefnya. Gaya reliefnya menunjukkan bentuk yang jelas berbeda dari candi-candi Jawa Tengah dari sebelum abad ke-11 seperti Candi Prambanan. Wujud relief manusia digambarkan miripwayang kulit, seperti yang bisa dijumpai pada gaya pengukiran yang ditemukan di Candi Sukuh, suatu candi dari masa akhir periode Hindu-Buddha dalam sejarah Nusantara.


SUMBER
Maziyah, Siti. 2006. Sejarah Indonesia Abad IV sampai XV M. Semarang: Jurusan Sejarah Fakultas Sastra Universitas Diponegoro.
Soekmono, R. Sejarah Kebudayaan Indonesia 2.


luvne.com ayeey.com cicicookies.com mbepp.com kumpulanrumusnya.comnya.com tipscantiknya.com